RSS

Masih Dalam Skenario




 
 
                Pagi itu mentari malu-malu menonjolkan senyumnya. Jarum jam menunjukan angka delapan lebih sepersekian menitan. Jalan Godean bangjo Demak ijo ketimuran. Depan teras toko kamera yang Alhamdulillah belum keinget juga namanya. Kududuk bersila sambil menanti tokonya buka.


 

Tiba-tiba ibu-ibu misterius datang menyapa. Dengan begitu sok kenalnya beliau memulai pembicaraan, “ Mas, sudah pernah jalan kaki sampai Cirebon?”. “ Belum bu,” jawabku. Seketika aku berfikir macam-macam. Jangan-jangan ibu ini, jangan-jangan ibu ini ..hha bercanda. Obrolan pun dilanjutkan.  Beliau mengutarakan berapa lamanya beliau berjalan dan tips-tips apa saja yang beliau gunakan. Obrolan pun semakin melebar. Sedikit demi sedikit beliau mulai memperkenalkan dirinya. Beliau bilang bahwa beliau itu tak jauh dari ibu Mega. Tujuan beliau kemari ingin mencari adiknya mbah Marijan yang singgah di Kali Urang untuk mengurusi sebuah warisan. Nah mulai dari sini beliau seenaknya memintaku untuk mengantarkannya ke terminal Jombor. Toh aku langsung menolaknya dikarena beliau tak bawakan helm. Namun beliau tetep kekeh pengen dianter. Dalam batin saya (bener-bener dah ibu ini, uda minta maksa lagi ..hha tapi yasudahlah tak apa daripada nyeloteh mulu, nanti macem-macem lagi). Kuantar beliau setelah tujuanku ke toko kamera terpenuhi. Bismillah, kita jalan (kali ini do’anya lebih khusyu' ..hha biar ga nemu polisi).

 

                Seratusan meter kita meninggalkan tempat. Bintik-bintik air kecil datang menyerang badan dengan barisan yang begitu renggang. Ku berhenti sejenak tuk membungkus tas yang sudah mulai membasah, kemudian bertannya, “ bu’ , ga papa ini ujan-ujanan?”. Balas beliau,” iya ga papa”. Kita lanjutkan perjalanan. Dengan keramaian jalan yang tak begitu dan serangan gerimis-gerimis syahdu sesekali ku lontarkan pertannyaan layaknya orang sidang. Biasa kalau lagi awal bertemu suka banget nanya ini-itu, kali aja toh jodoh gitu ..wkkkkk.

 

                Separuh perjalanan, tepatnya di jalan Kabupaten daerah kawasan warung makan Muara Kapuas. Hujan menyerang semakin mendalam. Bintik-bintik air mulai membesar dan barisannya pun semakin merapat. Kutawarkan pada ibu, siapa tau beliau mengajak buat berteduh. Dan ternyata beliau mallah lagi pengen ujan-ujanan ..hha. Lanjut.

 

                 Tiba sudah diterminal Jombor. Jaket, baju, bahkan kaos yang kukenakan kini basah kuyup tak karuan. Senyum mamis pun mendarat datang di muka ibu yang terbasahi oleh air hujan. Tatkala kemudian, ucapan terimakasih pun datang menghangatkan. Disodorkannya buku data yang memaksaku harus menuliskan nama, alamat bahkan no hapeku sekarang. Saran-saran perjalanan hidup pun kini beliau lontarkan. Namun sayang, hanya beberapa kata saja yang mampu kutangkap dan kuterjemahkan. Mungkin dikarenakan pendengaran dan pemikiranku yang masih kotor sekali akan godaan syetan.

 

 
                Sejenak ku berfikir. Apa jangan-jangan beliau ini malaikat yang menyamar menjadi ibu-ibu yang menyebalkan. Hmm… kusisikan uang sakuku untuk sedikitnya bisa membantu memperlancar perjalanan beliau selanjutnya. Kusegerakan pamit dan kulanjutkan perjalananku menuju rumah gadis idaman yang lagi sendirian. Ya barang kali pemikiranku tadi itu benar. Barangkali juga dapat suguhan teh manis yang menghangatkan..hha.

 
                Motor kuredam agar suaranya tak terdengarkan. Lalu kuucap salam ..eh bukan, kulon nuwun tepatnya. Terdengar sautan, “ ya, bentar”. Dalam pikir saya, bentarnya kok lama pisan. Apa jangan-jangan beneran mau disuguhin the manis ini ..hha. Setelah sepersekian lama, beliau pun muncul dengan pesonanya. Subhanallah, suguhan yang begitu istimewa. Lebih dari sekedar the manis bahkan. Sontak semyum manisnya hadir menghangatkan raga. Menyelimuti hati yang membuatku nyaman berada disini. Sejenak kupejamkan mata, untuk menjaga kadar kapasitasnya rasa. Tak sengaja kulihat dalam gelapnya mata, hatinya ramai layaknya unjuk rasa. Butiran-butiran iman datang mendamaikan kebahagiaan yang belumlah pantas untuk dibudidayakan. Aku akui.. aku memang seorang pengacau, namun tidak untuk keteguhan hati.
 
                Kusegerakan maksud kedatanganku kerumah beliau. Kubuka tas lalu kukembalikan seperangkat alat perkenalan yang kemarin lupa tak kukembalikan. Kubagikan oleh-oleh yang masih sempat terabadikan. Tak banyak kata ataupun canda. Ku bergegas pamit dan pulang agar kedamaian hatinya tetap terjaga. Mungkin.. saat ini adalah waktu yang indah dalam sebauh drama, namun tidak untuk wanita sepertinya. Mulai dari sini ku dapat menyimpulkan bahwasannya, “ mencintaimu itu suatu hal yang wajar. Namun tidak dengan mencintaiku. Karena itu butuh perjuangan hebat. Suatu hal yang penuh tantangan, halang rintang dan juga ujian.”
 
                Tujuanku selanjutnya pulang. Namun sebelumnya kuampirkan badan ke ATM terdekat untuk mengambil uang. Tadinya mau ke BRI eh mallah terkunci, jadi terpaksa deh ke BPD DIY. Kuambil segepok uang lima puluh ribuan untuk menyuap keluarga agar mereka tak pernah berburuk sangka akan keadaanku diperantauan. Kumasukan uang kedalam saku celana bagian kanan. Saat ku mau pergi meninggalkan ATM, ku dipertemukan oleh sebuah dompet yang sangat berisi. Mungkin disinilah alasan ATM BRI tadi terkunci. Kuambil KTPnya kemudian ku tutup rapat-rapat dompetnya. Asih Pratiwi namanya, seoarang PNS yang tinggal di Kamal kulon RT sekian RW sekian.
 
                Kutuju rumahnya tanpa sedikitpun rasa terpaksa. Entah mengapa situasi ini sungguh berbeda dengan situasi yang sebelumnya. Tadi pagi seorang ibu-ibu jelas-jelas meminta bantuan namun aku mengantarkannya mallah dengan begitu terpaksa. Hla ini dompet yang tak meminta mallah ingin sekali kuantar, yang padahal isinya jelas-jelas bisa menguntungkan saya ..hha. Apa karena ku tau bahwa kehilangan sesuatu yang penting itu benar-benar menyakitkan. Atau mallah gara-gara pesan ibu tadi yang memintaku untuk membatu seseorang yang lagi kesulitan. Entahlah, aku tak dapat menyimpulkannya.
 
                Dengan izin dan kesehatan yang Tuhan berikan aku berjalan menuju kediamannya bu Asih. Bermodalkan orang-orang terpilih yang Tuhan sediakan untuk memperlancar perjalanan akhirnya ku tiba dirumah bu Asih dengan membahagiakan. Bak istana, rumahnya gede, bagus nan mewah. Kusentuh bel sebagai salam pengganti permisi untuk rumah-rumah segede ini. Tak lama kemudian seorang bapak-bapak yang sudah lumayan berumur keluar dari pintu utamanya. Tanpa kuberikan jeda, lansung kutanya, “ apa benar ini rumahnya bu Asih?”. “iya benar” balasnya, “silahkan masuk”.
 
                Kududuki kursi yang berbalutkan busa yang empuk dan nyaman dirasa. Saat ku mau mengutarakan maksud saya datang eh beliau mallah nanya duluan. Terbongkarlah identitas saya. Ku keluarkan dompet dari tas lalu kukatakan kejadian dengan sebenar-benarnya. Dengan kepanikan  yang teramat sangat beliau langsung mencoba menghubungi istrinya. Setelah sekian lamanya beliau mencoba, alhasil zonk tak kunjung diangkatnya. Beliau kembali datang mendekatiku, lalu berterimakasih sejadi-jadinya. Disodorkannya dua lembar uang lima puluh ribuan sebagai pelengkap terimakasihnya. Ku berusaha menolaknya, namun paksaan tetap saja tak bosan-bosan berada dibenaknya. Mungkin sudah menjadi ciri khasnya orang jawa kali ya kalau memberi itu sukanya maksa ..hha. Akupun menyerah, aku terima hadiah darinya agar menjadi pelengkap kelegaan hatinya (prett, padahal toh seneng banget dapet duit..hha). Setelah beliau sdikit lega, akupun bergegas pamit pulang untuk menghindari hadiah-hadiah yang selanjutnya. Dijodohkan misalnya ..wkkk.
 
                Satu hari kemudian saya tiba sudah di Jakarta. Sungguh tak kusangka, kejadian itupun masih saja menghantuiku. Mereka, sepasang kekasih yang bernamakan pak Tono dan bu Asih lagi-lagi datang-mendatangi. Kali ini datang di kediaman ibuku. Mencari saya sih katanya, namun sayangnya saya sudah terlanjur kembali ke Jakarta. Mereka membawakan bingkisan hadiah sebagai bentuk terimakasih untuk yang keduakalinya. Batin saya, Subhanallah ..kok bisa ya, padahal toh alamat yang saya berikan tak begitu jelas. Puji Tuhan Semesta Alam banget lah. Mungkin sekian saja ya ceritanya. Makasih lo sudah mau menyempatkanwaktunya untuk membaca.
 
 
Hardi N.R
 
 

 


 

0 komentar :

Posting Komentar